ALUN-ALUN KOTA MAGELANG

KOTA MAGELANG
Gemah Ripah Loh Jinawi
Magelang Moncer Serius, Magelang Modern Cerdas Sejahtera dan Religius.

Lokasi Alun – Alun Kota Magelang

Alun-Alun Kota Magelang merupakan landmark atau ikon sekaligus daya tarik wisata di seputaran Kota Magelang selain Taman Kyai Langgeng. Alun-alun ini memiliki keunikan yang tidak dimiliki alun-alun di kota lain seperti bangunan menara air, patung Diponegoro, hingga taman bunga di salah satu sudut alun-alun. Letak Alun-Alun Kota Magelang berada di pusat kota yang dilewati jalan protokol satu arah yang membelah pusat perbelanjaan.-Alun ini terletak di Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan alun-alun Barat atau Jalan Tentara Pelajar, sebelah timur berbatasan dengan Jalan Ahmad Yani, sebelah utara berbatasan dengan Jalan alun-alun Utara, dan sebelah selatan berbatasan dengan Jalan alun-alun Selatan.

Alun-Alun Kota Magelang

Menurut sejarahnya, keberadaan alun-alun Kota Magelang terjadi ketika Kerajaan Inggris mengambil alih Hindia Belanda dari jajahan Kerajaan Belanda. Pada tahun 1812, Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles mengangkat Mas Ngabei Danuningrat sebagai Bupati pertama Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I. Penunjukkan ini terjadi sebagai konsekuensi perjanjian antara Inggris dan Kesultanan Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1812 yang menyerahkan wilayah Kedu kepada Pemerintah Inggris.
Adipati Danuningrat I kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membuat alun-alun, masjid (groote moskee), dan rumah adipati/bupati (regentwoning) di utara alun-alun. Raffles yang mengagumi kebudayaan Jawa, mendukung langkah sang Adipati dalam membuat alun – alun. Di samping sesuai dengan kultural Jawa, juga sejalan dengan pola pembangunan di Kerajaan Inggris pada masanya.
Dalam peradaban Jawa, rumah kediaman penguasa (Kraton, Kadipaten) selalu dilengkapi dengan sebidang alun-alun yang melambangkan konsep Ketuhanan, atau dalam ruang kosong ada kehidupan yang dilambangkan dengan pohon beringin. Alun-Alun secara kultural Jawa merupakan simbol keluasan titah manusia di dunia di mana unsur makrokosmos dengan mikrokosmos berpadu sebagai sebuah hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta, dan secara horisontal antara manusia dengan alam dan sesamanya.
Setelah Hindia Belanda kembali ke pangkuan Kerajaan Belanda pada tahun 1813, Magelang secara otomatis juga menjadi daerah kolonial Belanda lagi. Sejak itu, Belanda mulai mengembangkan Magelang menjadi kota yang maju dengan mendirikan sejumlah gedung di sekitar alun-alun tersebut, seperti GPIB (1817), Klenteng Liong Hok Bio (1864), Gereja Santo Ignatius (1865), Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (1878), Kantor Pos (1845), Menara Air (1920), dan lain-lain.

Fungsi Alun-Alun Kota Magelang


Di samping fungsinya sebagai lambang kebesaran dan wibawa penguasa, sejak dulu alun-alun bukan sekedar lapangan, tetapi juga memiliki fungsi ganda, yakni di samping sebagai ruang terbuka kota, saat ini kegiatan-kegiatan tertentu yang bersifat rekreasi tak jarang digelar pula di alun-alun. Kini, fungsi alun-alun sudah berubah wajah, namun sebagai elemen kota berupa ruang terbuka umum, ruang publik, masih sangat diperlukan, dan bahkan alun-alun menjadi penanda penting dari Kota Magelang.



Salah satu hal yang tidak berubah dari Alun-Alun Magelang adalah adanya menara air di sudut barat laut kawasan alun-alun. Menara air ini merupakan peninggalan Belanda yang dahulu dimanfaatkan untuk menampung air untuk menyediakan kebutuhan air bersih di kota Magelang. Usianya sudah burumur ratusan tahun namun masih berfungsi dengan baik hingga saat ini. Masyarakat sekitar lebih sering menyebutnya sebagai kompor raksasa karena bentuknya seperti kompor minyak.
Menara air peninggalan Belanda masih dimanfaatkan oleh PDAM kota Magelang untuk menyediakan air bersih di sekitar alun-alun. Sejak Indonesia merdeka, menara air ini ,menjadi salah satu landmark atau ikon kota Magelang yang penuh dengan nilai historisnya.









Comments